Kamis, 12 Januari 2012

MENANGKAR BURUNG KICAU JENIS DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

MENANGKAR  BURUNG KICAU

JENIS DILINDUNGI

UNDANG-UNDANG

Antara Upaya Penyelamatan dan Prospek Bisnis ?
Oleh : Anggodo *)

Populasi yang Semakin Berkurang
Dahulu apabila kita masuk ke dalam kawasan hutan akan terdengar suara-suara riuh bersahut-sahutan burung-burung yang asyik bertengger di dahan dan ranting pepohonan, burung-burung asyik bercelotehan di  kerimbunan dedaunan, menambah kecintaan kita kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta.  Namun kicauan suara burung-burung ini di hutan-hutan alam akhir-akhir ini dirasakan semakin hampir tak terdengar lagi.  Kemana gerangan burung-burung ini terbang ? Apakah burung-burung ini sudah semakin menjauh dari hutan ?  Populasi burung kicau utamanya jenis-jenis lokal akhir-akhir ini  memang semakin menyusut, burung-burung ini semakin sulit ditemukan di alam bebas bahkan di habitat asalnya.  Keberadaan beberapa jenis burung kicau seperti halnya jalak bali (Leucopsar rothschildi) dan jalak putih (Sturnus melaopterus) yang dilindungi oleh Undang-Undang di alam sudah sulit ditemukan demikian pula jenis-jenis lainnya, pertanyaannya apakah memang populasinya yang semakin berkurang di habitat aslinya ?  Nampaknya demikian, bahkan penyusutannya akhir-akhir ini melaju dengan cepatnya dan dikhawatirkan akan berkurang pula ragam jenisnya di alam.
Mengapa burung-burung di alam bebas menjadi semakin langka?
Kenyataan bahwa jenis-jenis burung pandai berkicau semakin langka ditemukan di alam bebas bahkan di tempat asal populasinya.  Adapun faktor-faktor penyebabnya antara lain yaitu :
1.  Akibat dari aktivitas manusia, burung-burung kicau lokal banyak diburu oleh para pemburu liar untuk dipelihara atau diperdagangkan karena banyaknya permintaan dari penggemar burung kicau.  Kenyataan bahwa eksploitasi perdagangan terhadap sumber daya satwa burung merupakan salah satu ancaman terhadap kelestarian dan kelangsungan hidup suatu jenis burung.
2.  Penurunan kualitas habitat dengan semakin berkurangnya pohon-pohonan dan kawasan berhutan sebagai tempat berkembangbiaknya jenis-jenis burung tertentu.
3.  Pencemaran lingkungan seperti penggunaan pestisida di sawah atau ladang.
4.  Rendahnya kesadaran masyarakat tentang konservasi di samping juga lemahnya pengawasan dan penerapan sanksi hukum.
Mengapa burung kicau disukai masyarakat?
Beberapa jenis burung kicau sangat disenangi oleh masyarakat terutama masyarakat penggemar kicauan burung-burung tertentu, di pasar-pasar burung kebanyakan diperjualbelikan jenis-jenis burung kicau, bahkan kontes atau lomba-lomba burung kicau juga sangat diminati masyarakat.  Akibatnya harga burung kicau juara sangat melambung tinggi.  Hal ini berakibat semakin diburunya burung-burung kicau yang ada di alam untuk dijadikan juara atau master bagi burung-burung peserta lomba kicau.  Semakin burung sulit dijumpai di pasar-pasar burung mengakibatkan harga burung membubung naik, di alam pun semakin sulit dijumpai burung-burung tertentu yang dahulu demikian mudahnya dilihat di alam terbuka.  Tentunya diperlukan upaya lain untuk mengatasi kelangkaan jenis burung-burung tertentu yang sudah semakin mendekati kepunahan.  Larangan menangkap dan memelihara burung jenis dilindungi sudah berlangsung lama, tetapi kenyataannya burung-burung tertentu yang dilindungi Undang-Undang masih dijual bebas di pasaran gelap bahkan dipelihara secara sembunyi-sembunyi oleh masyarakat (hobiis).  Siapa yang peduli terhadap nasib burung-burung yang dilindungi ini ?
Penyelamatan jenis dilindungi
Berbagai upaya nyata untuk menjaga eksistensinya atau kelestarian jenis satwa-satwa, memulihkan populasinya dan melindunginya dari ancaman kepunahan telah dilakukan baik melalui upaya konservasi in-situ (di dalam habitat alaminya) seperti pembinaan habitat dan populasi serta perlindungan jenis maupun secara ex-situ (di luar habitat alaminya) yang salah satunya adalah melalui upaya penangkaran.  Terbuka peluang untuk mengembangbiakkan satwa liar oleh masyarakat sendiri dengan melakukan kegiatan penangkaran.
Departemen Kehutanan dengan kebijakan strategisnya yaitu Permenhut No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang diharapkan dapat mendorong kegiatan penangkaran satwa seperti burung-burung di Indonesia.  Dari hasil penangkaran juga diharapkan dapat untuk pasokan ke pasar guna memenuhi kebutuhan para penggemar burung dan mengurangi tekanan terhadap populasi burung di alam sekaligus menyediakan stock genetik yang berkualitas yang pada saatnya nanti akan dikembalikan ke alam.
Upaya penangkaran dilatarbelakangi oleh kesadaran terhadap kelestarian jenis-jenis burung tertentu dan juga alasan ekonomis.  Kelestarian suatu jenis hendaknya dikedepankan di samping juga sah-sah saja aspek bisnisnya.  Kepada para penangkar resmi yang telah berjasa menangkarkan jenis-jenis burung dilindungi yang sudah sulit dijumpai di alam kita menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya karena berkat jasa merekalah maka burung-burung ini tidak mengalami kepunahan di muka bumi ini.
Contoh penangkar yang sukses
Khusus untuk penangkaran jenis burung dilindungi Undang-Undang seperti jalak bali, para penggemar burung  sangat mengenal nama bapak Soehono Oetojo yang hasil tangkaran jalak bali-nya pernah mencapai 115 ekor jalak bali dan untuk wilayah Solo dikenal nama bapak Anda Priyono yang sebelumnya menangkarkan burung cucak rawa, murai batu dan jalak suren.  Di Jawa Timur kebanyakan penangkar memelihara burung jalak/culik bali dan atau jalak putih.  Penangkar jalak bali dan jalak putih di wilayah kerja Bidang Wil. I yang telah sukses menangkarkan antara lain ibu Susilowati di Kediri/Nganjuk dan bapak Suhono Nyoto Sardjono di Kediri, sedangkan penangkar jalak bali adalah bapak Budiono Irwanto di Nganjuk.
Susilowati yang memulai usaha penangkaran sejak tahun 2006 di Kediri dengan mengantungi izin usaha penangkaran jalak bali dan jalak putih dari Ditjen PHKA Dephut  sejak Juni 2007, dari semula sepasang jalak bali dan sepasang jalak putih, kemudian makin berkembang, Juli 2008 saja jalak bali bertambah menjadi 10 ekor, awal 2009 bertambah menjadi 14 ekor dan Oktober 2000 menjadi 20 ekor, jalak putih kurang berkembang hanya 2 ekor saja.  Pada Oktober 2009 ini telah memiliki izin pengakuan sebagai pengumpul/pengedar dalam negeri jenis jalak bali dan jalak putih dilindungi Undang-Undang.  Sampai dengan saat ini awal Februari 2010 sudah di-tagging dan bersertifikat sampai dengan generasi ke tiga (F3), dan yang ada di penangkarannya sejumlah 36 ekor, yang sudah berhasil dijual sejumlah 30 ekor jalak bali.
Suhono memulai usaha penangkaran sejak tahun 2007, dan mengajukan izin penangkaran sejak Februari 2008 di mana izin penangkaran dari Ditjen PHKA keluar bulan Juni 2008.   Dimulai dari 2 pasang jalak bali (F4 dan F5) dan 2 pasang jalak putih, sampai dengan Oktober 2009 telah berkembang jalak bali menjadi 28 ekor dan jalak putih tetap 4 ekor.  Izin pengakuan sebagai pengumpul/pengedar jalak bali dan jalak putih telah keluar pada bulan Agustus 2009. Sampai dengan saat ini sudah di-tagging dan bersertifikat sampai dengan generasi ke lima (F5).  Saat ini di kandangnya tersedia 32 ekor dan terjual sebanyak 32 ekor jalak bali.
Budi memulai penangkaran jalak bali bulan Januari 2007 dari semula 2 ekor indukan (F4)  dan 2 ekor anakan, telah berkembang sampai dengan Oktober 2009 menjadi 30 ekor.  Izin pengakuan sebagai pengumpul/pengedar jalak bali sudah dimiliki pada bulan November 2009.  Sampai dengan saat ini sudah di-tagging dan bersertifikat sampai dengan generasi ke enam (F6).  Saat ini di penangkarannya terdapat 46 ekor jalak bali dan sudah mampu menjual sebanyak 46 ekor.
Penangkar burung yang tidak dilindungi Undang-Undang  seperti burung jalak suren yang cukup sukses yaitu  bapak Santo di Madiun, namun demikian akhir-akhir ini sudah kurang aktif lagi melakukan penangkaran.
Prospek bisnis??
Upaya penangkaran bisa menjadi lahan bisnis yang menjanjikan bahkan jenis-jenis tertentu seperti Jalak Bali masih mampu menembus harga Rp. 12 – 14 juta sepasangnya.  Tentunya ini adalah lahan bisnis yang masih berprospek, dengan keuntungan lain yaitu di samping hobby memelihara burung kicau yang dapat tersalurkan juga sekaligus dapat menghasilkan keuntungan yang lumayan.
Untuk jalak putih harga di pasar gelap sekitar Rp. 500 ribu per-ekornya, memang kurang menguntungkan karena harga jual jauh di bawah jalak bali dan dibandingkan dengan jalak suren yang tidak dilindungi Undang-Undang tetapi sudah mempunyai nilai jual sekitar Rp. 4o0 ribu per-pasang.
Pengawasan dan pembinaan petugas Balai
Diperlukan pengawasan yang ketat oleh petugas-petugas dari Balai KSDA sehingga peredarannya dapat diawasi dengan ketat dan dilakukan upaya-upaya pembinaan kepada para penangkar sehingga mereka tetap mempertahankan usaha penangkarannya.  Tentunya juga sesuai dengan hak dan kewajiban dari para penangkar sendiri di mana dari para penangkar juga dituntut untuk selalu melaporkan perkembangan hasil penangkaran dan peredaran hasil penangkarannya.

1 komentar: